Monday, October 4, 2010

Kehamilan Posterm


A. Pendahuluan
Kehamilan postterm atau lewat waktu merupakan salah satu kehamilan risiko tinggi. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan seperti ini adalah meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi plasenta yang dapat mengakibatkan pemasokan makanan dan oksigen ke janin menurun akibat berkurangnya sirkulasi ke janin.
Angka kejadian kehamilan postterm kira-kira 10 %, bervariasi antara 3,4-14%. Rumus Naegele masih umum dipakai, tetapi harus tetap diingat berbagai faktor di atas yang dapat mempengaruhi/menyebabkan terjadinya kesalahan perhitungan diantaranya ; penentuan usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir seringkali tidak mudah, karena ibu tidak ingat kapan tanggal hari pertama haid terakhirnya yang pasti. Selain itu, penentuan saat ovulasi yang pasti juga tidak mudah. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan seperti variasi siklus haid, kesalahan perhitungan oleh ibu, dan sebagainya.
B. Definisi
Menurut WHO (1979) dan American College of Obstetricians ad Gynecologist (1977), postterm adalah kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini belum diketahui pasti. Beberapa ahli berpendapat bahwa timbulnya persalinan akibat dari pertumbuhan janin sehingga terjadi peregangan dinding uterus bersamaan dengan penurunan fungsi plasenta sehingga merangsang timbulnya kontraksi uterus. Disamping itu menjelang partus terjadi penurunan hormon progesterone dan peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan paling penting dalam mnimbulkan kontraksi uterus.
Pada kasus postterm, penurunan konsentrasi estrogen tidak cukup untuk menstimulasi pelepasan prostaglandin dan proses persalinan sehingga kehamilan berlangsung lewat waktu. Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.

D. Masalah Perinatal
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50% menjadi 250 ml/menit. Janin akan mengalami pertumbuhan terhambat dan penurunan berat. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi tidak baik untuk janin yang mengakibatkan perubahan abnormal jantung janin.
Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum. Penyebab utama kematian perinatal adalah hipoksia dan aspirasi mekonium. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahiradalah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia dan kelainan neurologik.
E. Diagnosis
Diagnosis kehamilan lewat waktu pada pemeriksaan antenatal biasanya dari perhitungan usia kehamilan (rumus Naegele) setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila terdapat keraguan maka pengukuran tinggi fundus uteri serial dengan setimeter akan memberikan informasi usia gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan adalah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.
Dengan adanya pemeriksaan ultrasonografi (USG) : usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat, dengan penyimpangan hanya lebih atau kurang satu minggu. Pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan.
Pemantauan janin penting untuk menentukan keadaan janin.
Jika pada perhitungan postterm, tapi pada pemeriksaan ternyata keadaan janin masih baik, mungkin ada salah perhitungan atau ada faktor lain yang berpengaruh pada keadaan ini. Hanya sekitar 5-10% dari kehamilan postterm yang melahirkan bayi dengan sindrom postmatur. Tanda-tanda bayi postmatur dibagi ke dalam tiga stadium sbb.;
Stadium I ; kulit menunjukkan gambaran akibat kehilangan verniks kaseosa sehingga menjadi kering, rapuh, keriput dan mengelupas. Tidak ada pewarnaan mekonium. Keadaan umum menunjukkan adanya kegagalan plasenta untuk menunjang pertumbuhan yang normal sehingga bayi terlihat kurang gizi, wajah tua dan selalu waspada.
Stadium II ; semua gejala stadium I ditambah pewarnaan mekonium pada kulit. Selaput ketuban dan tali pusar berwarna kehijauan.
Stadium III ; semua gejala stadium I dan II disertai pewarnaan mekonium yang kuning terang pada kuku dan kulit, serta kuning kehijauan pada tali pusar.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan intrapartum tergantung dari hasil pengawasan kesejahteraan janin dan penilaian pelvic score (PS). Jika kesejahteraan janin baik (USG dan NST baik) serta PS ò 5, maka dilakukan oksitosin drip (dirangsang untuk lahir). Sedangkan bila kesejahteraan janin baik tetapi PS < 5, maka dilakukan pemantauan serial NST dan USG setiap 1 minggu sampai umur kehamilan 44 minggu atau PS ò 5. Jika kesejahteraan janin jelek terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, maka dilakukan seksio sesaria.
Pertimbangan penatalaksanaan :
1. kehamilan dapat dipertahankan/persalinan ditunda 1 minggu lagi, dengan terus observasi gerakan janin dan pemeriksaan denyut jantung janin 3 hari lagi (idealnya dilakukan juga tes tanpa tekanan/nonstress test), Atau
2. tidak mempertahankan kehamilan lebih lama lagi, langsung dilanjutkan dengan induksi persalinan, dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik /optimal


G. Komplikasi
Kehamilan postterm berefek selain pada janin juga pada si ibu. Efek yang ditimbulkan pada janin antara lain makrosomia (bayi besar), hal ini dapat menyulitkan proses persalinan normal, terjadi insufisiensi plasenta (setelah kehamilan 38 minggu, fungsi plasenta menurun sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke janin menurun dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan serta hipoksia janin), aspirasi mekonium yang dapat mengakibatkan hipoksia otot polos saluran gastrointestinal janin, serta oligohidramnion (jumlah air ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari 500 cc). Penurunan jumlah air ketuban dapat disertai dengan penekanan tali pusar sehingga menimbulkan gawat janin.
Efek kehamilan postterm pada ibu berhubungan dengan meningkatnya persalinan secara operatif, baik seksio sesaria maupun tindakan operatif pervaginam. Hal ini terjadi karena makrosomia, oligohidramnion berat sehingga induksi persalinan tidak dapat dilakukan, gagal drip dan gawat janin. Tindakan operatif pervaginam meningkatkan risiko laserasi jalan lahir. Seksio sesaria sangat meningkatkan risiko infeksi post operasi, perdarahan, komplikasi luka operasi, emboli pulmonal, dan mortalitas ibu.

No comments:

Post a Comment